Aku duduk sendirian di
sudut cafe Montarina. Café yang selalu aku kunjungi ketika aku butuh waktu
untuk sendirian. Seperti biasa, cappuccino selalu menjadi minuman favorit ku. Aku
akan termenung mengenai segala hal yang ada di fikiran maupun hati, dari soal
pekerjaan sampai soal hati. Hari ini merupakan hari terakhir di tahun 2011. Esok
sudah mulai 2012. 2 hari terakhir aku bertengkar dengan kekasihku. Setahun 3
bulan aku bersamanya, 2 hari terakhir aku memutuskan untuk mundur. Bukan, ini
bukan tentang aku yang sudah bosan dengan kehadirannya. Bukan tentang soal rasa
yang sudah tidak ada, bahkan aku berani bertaruh, dia tidak pernah sadar sedang
di cintai sebegitu besarnya. Ini soal bukan hanya aku yang ada di hatinya,
namun ada orang lain. Dia tak jujur soal itu, aku hanya menebak, namun tebakan
ku benar. Keputusan perih yang pernah aku ambil karena aku masih sayang. Namun situasi
dan kondisi berkata lain.
“Beri aku waktu ta.” Ucap
dia kepadaku.
“Waktu untuk apa?”
“Untuk memilih.”
“Aku bukan pilihan Yo.
Aku gak mau di jadiin pilihan.” Ucapku.
“Kamu sepertinya ingin
pergi, ninggalin aku ta.”
“Aku gak pergi yo, tapi
ini semua membuat aku memilih untuk pergi. Perasaan kamu terhadap orang itu
udah ada Yo, kamu pun dijodohkan dengan dia. Kamu memperlakukan dia begitu special,
sedangkan aku? Aku tak pernah kamu perlakukan begitu special. Dibandingkan dia,
aku tidak ada apa-apanya Yo, dia jauh lebih dari segalanya Yo, dia pasti bisa bahagiain
kamu.” Ujarku tegas. Sejujurnya aku tidak pernah berkata seperti ini kepadanya.
Selalu aku yang mengalah, bukan karena aku lemah, aku hanya tidak mau menjadi
pihak yang egois dalam sebuah hubungan.
Dia tak mampu
mengatakan apa-apa, entah apa yang ada di hatinya, entah apa yang ada di
fikirannya, aku tak mau tahu. Aku lelah berjuang sendirian. Setelah 1 tahun 1
bulan aku pernah putus dengannya, tanpa alasan yang jelas. Tahu bagaimana
rasanya? Sakit. 2 bulan setelahnya dia mengajak untuk menjalin hubungan
kembali, aku berharap kepadanya “Yang dulu-dulu jangan terulang yah.” Ucapku kepadanya.
“Iya.” Begitulah balasannya.
Namun yang terjadi,
dia mengulang kesalahannya kembali. Aku lelah berjuang sendirian, aku lelah
memperbaiki ini semua sendirian, sedangkan dia terus mengulang segala kesalahan
yang pernah terjadi. Aku tahu Iyo pernah mencoba mendekati ‘orang itu’ saat
kami sudah putus, namun kali ini, Iyo jalan bersama dengan ‘orang itu’ hingga
malam hari dan memberinya sebuah kemeja. Yang terpikirkan olehku, aku tak
pernah di perlakukan seperti itu olehnya. Aku juga tidak pernah mendapatkan
perhatian lebih yang semestinya bisa dia lakukan. Kehadiranku tidak pernah di
hargai olehnya, kehadiranku di sia-siakan. Aku mundur karena aku lelah. Padahal
dahulu, saat itu kami berdua sedang teleponan dan dia memutar lagu Hivi-Orang
ketiga dia berkata “Nanti kamu kuliah, pasti ada deh orang ketiga.” “Gak lah,
aku kan setia Yo.” “Ya kita lihat saja nanti di pihak siapa orang ketiga itu
muncul.” Katanya. “Baiklah, kita lihat nanti yaa.” Ucapku kepadanya. Aku masih
ingat perkataan itu. Namun kenyataannya sekarang, dia yang melakukannya. Dia tidak
pernah tahu sedang dicintai sebegitu besarnya. Dia tidak pernah sadar sedang
dicintai dengan setulus hatiku. Dia tidak pernah sadar ada aku yang selalu
berusaha untuk selalu ada untuknya. Dia tidak akan pernah sadar itu.
Tahun 2012 akan aku
lewati tanpa kehadirannya. Kehadiran yang selalu aku nantikan disetiap rindu
yang menggebu. Tak akan ada lagi canda tawa yang akan ku dengar langsung
darinya. Tak akan ada lagi genggaman tangan yang sangat aku sukai darinya. Aku tak
akan melihat lagi mata dia yang indah dari jarak dekat. Tak akan ada lagi
pelukan yang selalu aku nantikan saat kita bertemu. Aku mundur karena aku takut
tidak bisa membuat kamu bahagia. Karena untuk kamu dia jauh lebih sempurna. Dan
sesungguhnya aku tak bisa lewati segalanya tanpamu, namun hatiku memilih tuk
menjauh.
Iyo Denanto, terima
kasih atas ratusan hari yang kita lewati bersama, terima kasih atas kebahagiaan
yang boleh aku rasakan bersamamu, kesedihan yang dirasakan bersama. Terima kasih
atas waktu yang kau luangkan untukku. Terima kasih atas pelukan terhangat dan
ternyaman yang boleh aku rasakan darimu. Terima kasih atas kecupan terindah. Terima kasih atas ribuan bulir air mata yang
jatuh. Terima kasih pernah mencintaiku.
Cerita ini hanya fiktif belaka. Namanya juga lagi belajar nulis.
Cerita ini hanya fiktif belaka. Namanya juga lagi belajar nulis.