Aku pernah sekali mencintai orang dengan sebegitu cintanya. Perasaan ku yang ku mulai dari kosong hingga akhirnya menjadi-jadi. Pada saat yang sama saat cintaku sedang menjadi-jadinya, pernah aku di kecewakan olehnya. Rasanya patah. Sungguh patah, ketika semua yang sudah di berikan terlihat tak ternilai olehnya. Aku maafkan dia karena sungguh, aku masih ingin berjuang. Aku sampingkan ego ku, walau sebenarnya aku sangatlah patah, aku amat sangat kecewa. Butuh berbulan-bulan untuk aku kembali percaya padanya. Karena sungguh sulit, mempercayai orang yang pernah mengecewakan kamu dengan amat sangat.
Aku mulai mempercayai nya lagi walaupun tidak bisa sepenuhnya. Aku mencoba memulainya lagi seakan dari awal.
Hingga akhirnya aku bertemu seseorang. Seseorang yang saat melihat mataku, aku lah dunianya. Saat melihatku, aku lah miliknya. Pertemuan yang tanpa pernah di rencanakan, aku melihatnya dengan angkuh. Namun, pertemuan-pertemuan selanjutnya seakan aku mengerti bahasa mata dia. Tanpa pernah mengerti, rasa ini rasa sayang atau rasa penasaran. 2 minggu bersamanya cukup membuat aku mengenal lebih tentangnya. Bukan seorang cowok yang neko-neko. Ia pria. Mengakui perasaannya bahwa dia menyukai ku, di saat aku memiliki seorang kekasih. Aku tak pernah mengerti juga tentang perasaanku kepadanya. Sayang atau yang seperti apa?....
Dan pada di ujung cerita cintaku, aku dengan kekasihku putus hubungan. Satu, dua hari bisa aku lewati tapi dengan tangisan. Aku menangisi semua kenangan. Semua kisahku bersamanya. Semua pagi, siang, sore dan malamku bersamanya. Terlalu banyak kenangan yang seolah terukir di hati begitu juga dengan memori.
Lalu aku semakin sering bersama Dia menghabiskan waktuku dengan Dia. Bukan mantan kekasihku, tapi Dia. Dia menunjukan kasih sayang, perhatian, pedulinya, seakan semuanya hanya untukku.
Hari berganti hari, aku bimbang. Mungkinkah aku menyayangi seseorang di saat hati aku sedang berantakan? Di saat hati ini sedang tidak tahu ingin berlabuh kemana dan tak pernah tahu arah? Benarkah aku menyayanginya?
Hingga akhirnya hatiku memilih untuk memilikinya. Usaha demi usaha supaya Dia bahagia denganku, tapi mungkin tak pernah cukup. Usaha demi usaha aku tertawa dengan Dia tapi mungkin tak pernah cukup. Usaha aku untuk melupakan mantan kekasihku tak pernah di anggap usaha oleh Dia. Selalu di anggap aku membela nya, selalu di anggap aku masih menginginkannya. Usaha ku di saat aku ingin menyayangi Dia sepenuh hati, namun di ragukan. Tiada yang lebih sakit saat berusaha ingin mulai menyayangi sepenuh hati namun di ragukan. Tiada yang lebih sakit saat berusaha ingin memberikan kejelasan yang ada mengenai mantan kekasih namun tidak di percayai. Aku sangat tahu usaha Dia yang selalu ingin memberikan yang terbaik yang dia punya, tapi apakah Dia tidak pernah melihat dari sisiku? Aku bukanlah orang yang pandai berbicara kalau ingin menyampaikan sesuatu. Lebih baik aku memendam atau berakhir dengan tangis. Setidaknya jika hati ku tak mampu berucap ia mampu mengeluarkan emosinya melalui air mata.
Aku salah.
Aku salah memulai hubungan dengan mantan kekasihku, karena aku tahu aku tak pernah bisa bersatu sampai akhir hayat. Ada tembok besar, tinggi yang tak mampu di robohkan.
Aku salah.
Aku membiarkan Dia masuk ke kehidupan yang sebenarnya aku udah memiliki kekasih. Aku membiarkan dia menyayangiku, walau aku tahu itu tak pernah salah.
Aku yang salah.
Aku tak pernah belajar dari kesalahan, bahwa aku dengan Dia juga tak akan pernah bisa bersatu. Ada tembok besar, tinggi yang tak mampu di robohkan lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar