Tetap Berjalan Walaupun Diam
Kali ini aku merebah pada sisi-sisi ruang dan di dalamnya kuhirup semua kehampaan; tidak ada satupun rasa atau ucapmu mengalun di telinga- kau hilang.
Di sini kuulang bagaimana kita, kutuang lagi hangatnya perhatianmu yang dulu sanggup mendinginkan egoku.
Ketika itu dunia yang kita ciptakan berdua seakan mengganti hari apapun yang dirasa tak berwarna namun denganmu lelahku seakan tak ada.
Atau tentang sepasang lenganku yang paling merasa tenang ketika dulu kudaratkan peluk tanpa menunggu siapa yang lebih dulu berbicara.
Maha baik Tuhan saat itu, memberiku waktu dan ruang lebih lama untuk menempatkan hatinya.
Tetapi, sadarku pulih lebih cepat. Aku mendapati semua itu berputar hanya di kepala, sedangkan ragaku hanya dipaksa mengingat.
Selepas kaki kita tak lagi beriringan, hari - hari kembali seperti biasa
Entah kau yang mungkin menjauh perlahan, atau aku yang semakin kuat di antara kesendirian.
Aku tak menyalahkan kenapa kepergianmu begitu menyiksa
Sebab menemukan alasan yang pantas tak benar - benar bisa kulihat dengan mata.
Kala kuterima beberapa kecewa, maafku terlalu berkuasa untuk tetap berada pada titik sabar yang seluas - luasnya.
Namun akhirnya kau memilih menyudahi. Sesakku seakan menjadi.
Maka saat itu juga, patahku kembali terbuka.
Saat aku dihadapkan pada pilihan untuk mengikhlaskan dan merelakan, aku hanya perlu berjalan sekalipun pelan.
Dan diam adalah caraku membiasakan diri dari rasa sakit tanpa harus menjelaskan.
-Indra. R
Tidak ada komentar:
Posting Komentar