Selasa, 31 Desember 2013

menjauh.


Aku duduk sendirian di sudut cafe Montarina. Café yang selalu aku kunjungi ketika aku butuh waktu untuk sendirian. Seperti biasa, cappuccino selalu menjadi minuman favorit ku. Aku akan termenung mengenai segala hal yang ada di fikiran maupun hati, dari soal pekerjaan sampai soal hati. Hari ini merupakan hari terakhir di tahun 2011. Esok sudah mulai 2012. 2 hari terakhir aku bertengkar dengan kekasihku. Setahun 3 bulan aku bersamanya, 2 hari terakhir aku memutuskan untuk mundur. Bukan, ini bukan tentang aku yang sudah bosan dengan kehadirannya. Bukan tentang soal rasa yang sudah tidak ada, bahkan aku berani bertaruh, dia tidak pernah sadar sedang di cintai sebegitu besarnya. Ini soal bukan hanya aku yang ada di hatinya, namun ada orang lain. Dia tak jujur soal itu, aku hanya menebak, namun tebakan ku benar. Keputusan perih yang pernah aku ambil karena aku masih sayang. Namun situasi dan kondisi berkata lain.
“Beri aku waktu ta.” Ucap dia kepadaku.
“Waktu untuk apa?”
“Untuk memilih.”
“Aku bukan pilihan Yo. Aku gak mau di jadiin pilihan.” Ucapku.
“Kamu sepertinya ingin pergi, ninggalin aku ta.”
“Aku gak pergi yo, tapi ini semua membuat aku memilih untuk pergi. Perasaan kamu terhadap orang itu udah ada Yo, kamu pun dijodohkan dengan dia. Kamu memperlakukan dia begitu special, sedangkan aku? Aku tak pernah kamu perlakukan begitu special. Dibandingkan dia, aku tidak ada apa-apanya Yo, dia jauh lebih dari segalanya Yo, dia pasti bisa bahagiain kamu.” Ujarku tegas. Sejujurnya aku tidak pernah berkata seperti ini kepadanya. Selalu aku yang mengalah, bukan karena aku lemah, aku hanya tidak mau menjadi pihak yang egois dalam sebuah hubungan.
Dia tak mampu mengatakan apa-apa, entah apa yang ada di hatinya, entah apa yang ada di fikirannya, aku tak mau tahu. Aku lelah berjuang sendirian. Setelah 1 tahun 1 bulan aku pernah putus dengannya, tanpa alasan yang jelas. Tahu bagaimana rasanya? Sakit. 2 bulan setelahnya dia mengajak untuk menjalin hubungan kembali, aku berharap kepadanya “Yang dulu-dulu jangan terulang yah.” Ucapku kepadanya. “Iya.” Begitulah balasannya.
Namun yang terjadi, dia mengulang kesalahannya kembali. Aku lelah berjuang sendirian, aku lelah memperbaiki ini semua sendirian, sedangkan dia terus mengulang segala kesalahan yang pernah terjadi. Aku tahu Iyo pernah mencoba mendekati ‘orang itu’ saat kami sudah putus, namun kali ini, Iyo jalan bersama dengan ‘orang itu’ hingga malam hari dan memberinya sebuah kemeja. Yang terpikirkan olehku, aku tak pernah di perlakukan seperti itu olehnya. Aku juga tidak pernah mendapatkan perhatian lebih yang semestinya bisa dia lakukan. Kehadiranku tidak pernah di hargai olehnya, kehadiranku di sia-siakan. Aku mundur karena aku lelah. Padahal dahulu, saat itu kami berdua sedang teleponan dan dia memutar lagu Hivi-Orang ketiga dia berkata “Nanti kamu kuliah, pasti ada deh orang ketiga.” “Gak lah, aku kan setia Yo.” “Ya kita lihat saja nanti di pihak siapa orang ketiga itu muncul.” Katanya. “Baiklah, kita lihat nanti yaa.” Ucapku kepadanya. Aku masih ingat perkataan itu. Namun kenyataannya sekarang, dia yang melakukannya. Dia tidak pernah tahu sedang dicintai sebegitu besarnya. Dia tidak pernah sadar sedang dicintai dengan setulus hatiku. Dia tidak pernah sadar ada aku yang selalu berusaha untuk selalu ada untuknya. Dia tidak akan pernah sadar itu.
Tahun 2012 akan aku lewati tanpa kehadirannya. Kehadiran yang selalu aku nantikan disetiap rindu yang menggebu. Tak akan ada lagi canda tawa yang akan ku dengar langsung darinya. Tak akan ada lagi genggaman tangan yang sangat aku sukai darinya. Aku tak akan melihat lagi mata dia yang indah dari jarak dekat. Tak akan ada lagi pelukan yang selalu aku nantikan saat kita bertemu. Aku mundur karena aku takut tidak bisa membuat kamu bahagia. Karena untuk kamu dia jauh lebih sempurna. Dan sesungguhnya aku tak bisa lewati segalanya tanpamu, namun hatiku memilih tuk menjauh.
Iyo Denanto, terima kasih atas ratusan hari yang kita lewati bersama, terima kasih atas kebahagiaan yang boleh aku rasakan bersamamu, kesedihan yang dirasakan bersama. Terima kasih atas waktu yang kau luangkan untukku. Terima kasih atas pelukan terhangat dan ternyaman yang boleh aku rasakan darimu. Terima kasih atas kecupan terindah.  Terima kasih atas ribuan bulir air mata yang jatuh. Terima kasih pernah mencintaiku.



Cerita ini hanya fiktif belaka. Namanya juga lagi belajar nulis.